PROSESI RENGOS BOYONGAN SAKA GURU PENDOPO SI PANJI


PROSESI RENGOS BOYONGAN SAKA GURU PENDOPO SI PANJI

Selamat malam kisanak dan nyisanak semua. Apa kabarnya nih? Saya harap teman-teman dalam keadaan sehat walafiat tak kurang panjang ataupun tak kurang pendek… yang sedang-sedang saja gitu. Mbuehehe…

Sudah makan?

Kalau sudah, berterimakasihlah kepada Yang Maha Kuasa. Karena masih banyak saudara-saudara kita diluar sana yang mungkin sampai detik ini belum beruntung menikmati makan malam. Aku juga lagi lafer inih 🙂

Postingan kali ini seputar ulang tahun Kabupaten Banyumas yang ke 447. 
Wah, tua banged yah?
447 …. 
Keren 🙂

Rangkaian demi rangkain acara pada hari jadi kabupaten Banyumas bisa teman-teman lihat pada poster di bawah ini. 



Ada sponsornya mas?
Ya iya lah… KOPI KAPAL API 🙂

Maturnuwun kopi kapal api. Jelas lebih enak…
Hehehe…

Jangankan acara besar seperti HUT BANYUMAS, blog saya yang sederhana ini juga butuh sponsor. yuuk sponsorin blog saya. Saya bantu dech jualan kamu disini.
Hihihiy.

Lanjut ke laptop.
Kalau teman-teman membaca poster di atas, maka salah satu acaranya adalah PROSESI RENGOS BOYONGAN SAKA GURU PENDOPO SI PANJI.

Yupz, acara ini dilaksanakan pada siang tadi.

Start kurang lebih jam setengah sepuluh dari pendopo kota lama Banyumas.

Dulunya, pendopo si Panji berada disini. Dan dipindahkan ke kota Purwokerto pada tahun 1937.

Beberapa hal yang menjadikan Pendopo Si Panji dipindah ke Purwokerto yaitu ada sasmita bahwa kelak kota Purwokerto akan maju pesat dan menjadi kota perdagangan dan pusat pemerintahan. Pemindahan pendopo sebagai simbol pengakuan betapa kota Banyumas sulit bekembang, karena tidak ada jalur kereta api, lahan kota sempit, dan akses ke luar tidak berkembang. Maka saat itu pun kota Banyumas sepi dan sulit berkembang. Hal ini membuktikan apa yang diperkirakan oleh Bupati Sudjiman Gandasubrata itu benar.

Berbicara masalah pendopo si Panji ini, tahukah kalian bahwa pendopo ini mempunyai cerita mistis yang hingga saat ini diceritakan turun temurun kepada anak cucu Banyumas, termasuk saya.

Berikut sekilas cerita mistis pendopo si Panji tersebut.

Pendopo Si Panji dibangun pada tahun 1706 oleh Tumenggung Yudanegara II, Bupati Banyumas ke-7 (1707 – 1743), setelah memindahkan pusat pemerintahan dari Kejawar ke Banyumas. Nama Si Panji untuk mengenang puteranya, Panji Gandasubrata (Bagus Kunthing), yang tinggal sejak kecil di Keraton Kartasura bersama neneknya, Raden Ayu Bendara.

Hingga saat ini Pendopo Si Panji masih dikeramatkan, khususnya pada salah satu tiang sebelah barat yaitu soko guru (tengah) yang dari dulu selalu diberi sesaji agar semua kegiatan yang belangsung di Pendopo Si Panji dapat berjalan lancar tanpa ada gangguan. Namun berjalannya waktu ketika kepemimpinan Drs. H. Mardjoko, M. M. (2008 – 2013) sesaji sudah tidak pernah kelihatan di pendopo (mungkin dihilangkan atau mungkin dipindahkan).

Sesepuh Banyumas banyak yang menceritakan bahwa kisah-kisah misteri sering terdengar dari Pendopo Si Panji yang diboyong dari kota Banyumas ke Purwokerto dengan memutar ke Pantura, tidak melewati (nglangkahi) Sungai Serayu.

Dalam sejarahnya, Pendopo Si Panji sering memunculkan keanehan dan cerita mistis, misalnya pada tanggal 21-23 Februari 1861, kota Banyumas pernah dilanda banjir bandang / Blabur Banyumas, karena meluapnya Sungai Serayu. Puluhan pengunsi berusaha menyelamatkan diri dengan naik ke atas (atap) Pendopo Si Panji. Setelah air bah surut, ternyata Pendopo Si Panji tidak mengalami kerusakan atau perubahan sedikitpun pada keempat tiangnya (saka guru). Posisi Pendopo juga tidak bergeser sedikitpun padahal bangunan disekitarnya roboh karena diterjang banjir setinggi lebih dari 3,5 meter.

Misteri lain, ketika Pendopo akan dibangun, semua sesepuh dan tokoh masyarakat Banyumas supaya menyumbangkan calon saka guru Pendopo maupun bahan bangunan yang lain. Semua tokoh masyarakat telah memenuhi permintaan sang Adipati, kecuali Ki Ageng Somawangi, sehinga ia dipangil untuk menghadap Adipati Yudonegoro II untuk dimintai keterangannya. Ki Ageng Somawangi menghadap memenuhi panggilan sang Adipati. 

Untuk menebus kesalahannya, pada saat itu pula ia langsung menyerahkan saka guru Pendopo yang ia ciptakan dari “tatal” dan pontongan-potongan kayun yang berserakan disekitar komplek pembangunan itu. Hal itu tidak disambut baik oleh sang Adipati, bahkan diangap suatu perbuatan yang “pamer kadigdayan”. Akibatnya ia malah dituduh akan “menjongkeng kawibawan” (mengambil alih kekuasaan) Sang Adipati. Atas tuduhan yang kurang adil itu, Ki Ageng Somawangi marah, segera meningalkan Kadipaten tanpa pamit. 

Sang Adipati sangat tersingung dan menyuruh prajuritnya untuk menangkap Ki Ageng Somawangi yang dianggap “ngungkak krama” (membangkang) itu. Namun karena kesaktiannya, ia dapat lolos dari upaya penangkapan. Konon tongkat saktinya ditancapkan di suatu tempat dan berubah wujud menyerupai Ki Ageng Somawangi. Sontak para prajurit menganiaya Ki Ageng Tiruan. Ki Ageng Somawangi melanjutakan pelarian menyimpang dari jalan raya, menerobos melalui jalan setapak menuju padepokannya yang sekarang dikenal dengan Desa Somawangi Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Desa dimana Ki Ageng Somawangi menerobos untuk menghindari kejaran Prajurit Banyumas, kemudian diberi nama “Panerusan”. 

Dengan demikian diketahui bahwa ada saat awal pembangunan Pendopo Si Panji sempat menimbulkan ontran-ontran tokoh Banyumas itu. 

Masyarakat Banyumas mempercayai bahwasanya salah satu tiang utama (saka guru) Pendopo Si Panji yang dikeramatkan, berasal dari hutan belantara di hulu Sungai Serayu. Dari cerita yang berkembang, kayu yang telah digunakan sebagai tiang itu ingin kembali lagi ke hutan yang sangat angker itu. Sampai saat ini saka guru yang masih kokoh itu katanya ada penunggunya berupa sosok ular dan seorang kakek berjenggot panjang.

Setelah ada penggabungan Kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Purwokerto tahun 1936 atau prakarsa Adipati Arya Sudjiman Gandasubrata (Bupati Banyumas XX), pada Bulan Janauari 1937 Pendopo Si Panji dipindahkan dari Banyumas ke Purwokerto. Berdasarkan suara gaib dan petunjuk dari para sesepuh Banyumas dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka pemindahan Pendopo Si Panji yang keramat itu tidak melewati Sungai Serayu, tetapi melewati pantai utara Jawa (Pantura), Semarang ke Barat, Tegal, Bumiayu, Ajibarang, kemudian sampai ke Purwokerto.

Dari rangkaian sejarah, ternyata sejak pembangunannya sudah ada aura mistis dan pertentangan tokoh, pernah menjadi pengungsian puluhan penduduk yang naik ke atas pendopo dan tidak ada kerusakan saat banjir bandang. Perjalanan sejarah selanjutnya pendopo yang keramat ini tidak mau melewati Sungai Serayu dan di arak lewat Semarang (Pantura) hingga ke kota Purwokerto. Suatu hal aneh dan menjadikan penasaran yang sampai saat ini belum terkuak adalah alasan mengapa pemindahanyya tidak boleh melewati Sungai Serayu, tetapi harus melewati ratusan kilometer memutar Jawa Tengah.


PROSESI RENGOS BOYONGAN SAKA GURU PENDOPO SI PANJI, APA ITU?

Merupakan acara yang menggambarkan mengenai prosesi pemindahan saka guru si Panji dari kota lama Banyumas ke Purwokerto.

Namun acara ini tidak seperti pada kenyataannya sesuai yang tadi kami ceritakan diatas.

Maksud saya, acara ini tidak melalui rute pemindahan sebenarnya, tapi tetap menyeberangi sungai Serayu melalui jembatan Kaliori, jembatan besar di atas Kali Serayu.

Acara budaya ini hanyalah simbol saja. Dengan salah satu harapan agar kita sebagai wong Banyumas senantiasa eling terhadap budaya adiluhung tanah Banyumas.

Acara rengos boyongan saka guru pendopo si Panji ini menjadi salah satu acara rutin hari ulang tahun Banyumas.

Acara yang menurut saya sangat keren ini semoga menjadi salah satu daya tarik tersendiri khususnya bagi para wisatawan yang belum paham benar tentang budaya Banyumas.

Dari pengamatan saya siang tadi, sepertinya acara ini, khususnya “marketing” nya perlu ditingkatkan. 

Ramai memang, tapi menurut saya masih kurang ramai dibanding grebek Suran misalnya. Semoga tulisan ini bisa sedikit membantu mengenalkan budaya Banyumas kepada khalayak luar sana. Semoga saja sih. Hehehe…


PROSESI RENGOS BOYONGAN SAKA GURU PENDOPO SI PANJI
Berangkat menggunakan motor kesayangan, saya mengira telat untuk melihat prosesi rengos boyongan saka guru si Panji ini.
Diluar dugaan, ternyata acara belum dimulai.
Teriknya matahari tak membuat para pengunjung untuk setia menunggu prosesi acara tersebut.
Sayapun demikian. Berhubung panasnya agak lumayan muyengi, sayapun memutuskan untuk menunggu acara tersebut di bawah pohon beringin yang berada di tengah alun-alun kota lama Banyumas.
Sekitar jam setengah sepuluh atau sepuluhan mungkin (Saya ndak sempat lihat jam) prosesi rengos dimulai.
Kerennya, acara ini didukung oleh para penggila mobil antik. Dan hebatnya nih, Bapak Bupati Banyumas pun menaiki salah satu mobil antik dalam prosesi kali ini.
Bahkan, semua jajaran pimpinan di Kabupaten Banyumas ini menggunakan mobil antik.
Cekidot!
Bupati Banyumas dan isteri

Mobil nya keren euyyyy 🙂

Wakil Bupati dan isteri

Ini dia, salah satu soko guru pendopo si Panji (duplikat)

Dari sudut kota Sokaraja 

Entah sampai jam berapa rombongan rengos boyongan pendopo si Panji ini sampai di kota Purwokerto.

Yang jelas, satu jam selang mereka berangkat, rombongan pembawa soko guru belum terlihat di wilayah Sokaraja.
Ya, setelah acara di alun-alun Banyumas selesai, saya mengambil gambar dari salah satu sudut kota Sokaraja. Baru rombongan mobil antik yang sudah sampai di Sokaraja. Untuk rombongan rengos yang notabene jalan kaki, belum sampai Sokaraja.
Salut buat para pengikut rombongan ini. Selain panas yang sangat menyengat, mungkin hayati lelah.. Hahahhaa…
Tapi mereka sangat bersemangat. 
Semoga prosesi rengos boyongan saka guru si Panji ini semakin meneguhkan budaya Banyumas sebagai salah satu budaya nusantara yang wajib kita pertahankan.
Salam ngapak…
Ora ngapak ora kepenak!








Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.