AKHIRNYA, SI BINGGO MENINGGALKAN SAYA

Selamat pagi para bikers yang terhormat dan gagah berani seperti oom Gathotkaca. Semoga motor kalian masih ada dalam genggaman, keadaan siap untuk touring dan siap pula untuk diboncengin sama selingkuhan kalian masing-masing… Upz! Diboncengin kekasih hati tentunya 🙂

Sebagai penggemar motor klasik, pada dua minggu terakhir ini saya hanya bisa termehek-mehek. Kenapa bro? Karena saya harus berpisah dengan si Binggo.

Yupz, dengan berat hati saya harus melepas kepergian si Binggo. Upacara pelepasan dilakukan di dapur mungil saya. Ditemani kembang tujuh rupa dan air dari embun dedaunan pulau terdalam di Jawa. saya melepas kepergiannya. Tak lupa, lantunan lagu cir gobang gocir dan lagu kebangsaan si Binggo saya putar demi melepas kepergiannya.

Kurang lebih satu tahun saya bersama si Binggo. Motor GL 100 yang tak modif menjadi motor Honda CB klasik itu sungguh membanggakan. Okelah mesinnya tua, tapi nafasnya dawa (panjang).

Sebenarnya saya menyayangkan perginya si Binggo (baca, JUAL). Tapi bagaimana lagi, selain sudah ada satu motor yang hemat cermat dan bersahaja, ternyata saya juga harus bersegera mungkin melipatgandakan barang jualan online saya (kaos distro, sepatu, tas, dan rencananya ditambah  topi). 

Demi nyai… Kurang lebih seperti itu.. Hihihiy….

Alhamdulillah beberapa hari terakhir permintaan barang-barang yang saya jual mengalami peningkatan. Sebagai juragan yang pintar dan handal, maka saya harus bermain strategi yang matang. Apa itu? meningkatkan kuantitas barang! Hehehehe….

Sebenarnya ada cara lain selain menjual si Binggo, tapi setelah saya sering membaca tulisannya pak de Saptuari Sugiharto di facebook, akhirnya saya memutuskan untuk melepas si Binggo. 🙁

Sedih ya mas Darsono? ya iyalah! Proses untuk mendapatkan si Binggo sungguh menguras waktu, tenaga, pikiran dan uang tentunya. Disamping itu, salah satu cita-cita termulia saya adalah memiliki motor HONDA CB klasik. Nah lho, gemana ndak sedih?

Tapi bagaimana lagi, hidup adalah pilihan. Mau pilih janda atau perawan, itu terserah kita. Yang penting, rasanya bung!


Begitulah hidup. Dan yang pantas kita catat, bahwasanya kita hidup adalah untuk kehidupan kita pada kehidupan selanjutnya. So, marilah kita menanam padi di langit sana. Malah judul ebook…

Dari sekian pengalaman saya dengan si Binggo, pengalaman yang paling mengasyikkan adalah ketika si Al Kindi selalu saja minta naik ketika melihat si Binggo di halaman rumah kami 🙂

Siapakah si Al Kindi? Suatu hari akan saya ceritakan siapa dia. Mbuehehe… Rencananya sih akan menjadi topik tersendiri dalam blog saya yang lain 🙂

Yupz, setiap si Binggo baru sampai di halaman, si Al Kindi selalu minta naik dan langsung muter-muter di lingkungan kompleks rumah kami. Bukan hanya itu, biasanya si Binggo adalah teman setia saya dan AL Kindi setiap akhir pekan. Jalan-jalan man!


Mungkin, selain saya yang merasa kehilangan si Binggo, sepertinya bakalan ada satu lagi yang merasa kehilangan motor CB itu. AL KINDI………….

Sabar ya Al… Semoga bisa beli motor CB klasik lagi…

Amin…

si Binggo

Tinggalkan komentar